Atlet taekwondo Kota Batu, Rafidatus Sabrina, meraih juara 3 Kejuaraan Taekwondo Pekan Olahraga
dan Seni (PORSENI) XII Politeknik seIndonesia di Jakarta, September 2018. Ia turun di kategori gyorugi (combat) senior U-62 putri. Fida, sapaan Rafidatus Sabrina belum bisa meraih emas. Sebab saat masuk semifinal, ada pergantian sistem. Yaitu memperpendek waktu pertandingan dan perolehan poin. Padahal ia termasuk tipe pengumpul poin. Meskipun belum berhasil di nomor satu, penghobi bahasa dan budaya Korea ini tetap bersemangat berlatih untuk kejuaraan selanjutnya. Ia ingin mengharumkan nama Kota Batu pada ajang berikutnya. ”Padahal saat itu sudah yakin menang, bisa juara satu. Saya kalah karena tertinggal poin lawan. Sebab saat masuk semifinal ada pergantian sistem. Memperpendek waktu pertandingan dan perolehan poin,“ sesal Rafidatus Sabrina. Meskipun memeroleh perunggu, Fida mengaku tidak masalah. Lulusan MI Raudlatul Ulum Kota Batu ini akan berlatih lebih keras. Bagi remaja bersabuk merah ini, sepatutnya cewek, terutama seorang atlet, harus banyak belajar dan berlatih. Pertama kali menekuni dunia beladiri Korea ini ketika ia ingin memiliki kegiatan di sela-sela kesibukan sekolah di SMPN 1 Batu. Gadis kelahiran 30 Desember 1998 ini pun mendapatkan restu orang tua ketika memilih taekwondo. Kedua orangtuanya, Hadi Prasmono (ayah) dan Endang Purwanti (ibu) melihat keinginan dan keterampilan anaknya perlu diwadahi dan diarahkan. Apalagi adiknya, Finza Lazuardi Rahman sudah lebih dahulu menekuni taekwondo. Sehingga pemilik berat tubuh 60 kilogram ini tak susah meminta izin orangtua. Dukungan keluarga diwujudkan dengandibelikannya dobok (seragam taekwondo) dan sansak tangan.
Singkat cerita, Fida dilatih oleh Adi Santoso dari Pengcab Taekwondo Kota Batu. Tamatan SMP Negeri 1 Karangploso ini diajari dasar-dasar teknik seni beladiri asal negeri ginseng ini. Ia belajar yeop jireugi (pukulan samping), pyojeok jireugi (pukulan dengan tepat sasaran), dan momtong jireugi (pukulan menyasar ke ulu hati). Lalu, ap chagi (tendangan depan menggunakan kaki depan), twieo ap chagi (tendangan depan sambil melompat). Lalu, dolly chagi (tendangan menggunakan punggung kaki). “Terkadang adik jadi sparing. Tendangan dasar dan pukulan lebih ditekankan. Dan saya pilih taekwondo karena lebih menantang,” kata dara tamatan SMK Negeri 2 Singosari. Sebagai seorang atlet, jatuh bangun di arena menjadi resiko yang harus dihadapi. Mahasiswi jurusan teknik elektro semester 3 prodi D4 Jaringan Telekomunikasi Digital di Politeknik Negeri Malang ini mengakuinya. Ia pernah mengalami cidera saat tanding di Ngawi 2017. ”Pernah cidera saat di Ngawi,” ungkap warga Jalan Pattimura Kelurahan Temas, Kota Batu ini. Namun, hal itu tidak menyurutkan minat untuk terus bertanding dan berprestasi. Ke depan, ia terus berlatih fisik dan mental. Terutama pada hari Jumat dan Minggu sore. Upaya tersebut agar fisik bertambah kuat dan lebih lincah. Selain itu pula membiasakan latihan tendangan agar akurat. Fida juga selalu menjalani hidup sehat. Remaja yang memiliki tinggi badan 164 centimeter ini menjaga pola makan teratur. Dia menyatakan, selama training center (TC), ia menghindari makanan pedas dan minuman bersoda. Hal itu dilakukan guna menjaga kesehatan dan tubuh tetap fit saat bertanding. “Karena kedua makanan itu bisa membuat lemas saat tanding. Nafas jadi pendek,” beber gadis berzodiak capricorn ini. Pada 2020, akan ada kejuaraan Porseni XIII di Banjarmasin. Juga Porprov di Gresik-Lamongan. Untuk itu, ia senantiasa berlatih agar bisa lolos seleksi. “Latihan terus, kontinyu. Belajar juga dari youtube soal kesalahan-kesalahan tendangan. Bismillah bisa bawa pulang emas, “ harap remaja yang bercita-cita masuk puslatda ini